Rabu, 05 Desember 2018




TIGA KEWAJIBAN UMAT KEPADA NABI SAW

(Qs. Al-A'raf: 157)

 Setiap muslim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menghormati, mengagungkan, mencintai dan memuliakan Rasulullah SAW. Ketika Nabi masih hidup bersama para sahabat, para sahabat ketika itu dengan mudah mewujudkan rasa cintanya kepada Nabi Muhammad SAW, bisa kita baca dalam berbagai riwayat bagaimana para sahabat dekat memperlakukan Nabi SAW, diataranya ada menjadikan keringat Nabi SAW sebagai minyak wanginya, ada yang ngin mencium perut nabi, ada yang tidak bisa berpisah dengan Nabi. Dan lain semacamnya. Begitulah para sahabat menghormati, memuliakan dan mencintai Nabi SAW, lalu bagaimana dengan kita sebagai umatnya yang tidak bisa lagi bertemu dengannya karena Nabi SAW sudah wafat 15 Abad yang silam; untuk menjawab persoalan ini baiklah kita telaah firman Allah SWT dalam surah Al-Araf ayat 157 berikut ini;
t4 šúïÏ%©!$$sù (#qãZtB#uä ¾ÏmÎ/ çnrâ¨tãur çnrã|ÁtRur (#qãèt7¨?$#ur uqZ9$# üÏ%©!$# tAÌRé& ÿ¼çmyètB   y7Í´¯»s9'ré& ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$#
 "…Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung."(Qs. Al-A'raf: 157)

Berasarkan firman Allah SWT di atas, bahwa kewajiban umat kepada Nabi SAW ada tiga macam;
Pertama:  çnrâ¨tãur  Memuliakan Nabi saw.
Sudah sepantasnya setiap orang yang beriman mengagungkan dan memuliakan baginda Nabi Muhammad SAW sebab Nabi Muhammad SAW adalah orang yang paling berjasa menyelamatkan umat dari kegelapan dan kesesatan aqidah menjadi terang dengan  taufik dan hidayah Allah berkah lantaran usaha matian-matian dari baginda Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana para sahabat begitu sangat memuliakan baginda Nabi SAW.
tA$s%ur ª!$# ÎoTÎ) öNà6yètB ( ÷ûÈõs9 ãNçFôJs%r& no4qn=¢Á9$# ãNçF÷s?#uäur no4qŸ2¨9$# NçGYtB#uäur Í?ßãÎ/ öNèdqßJè?ö¨tãur ãNçGôÊtø%r&ur ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¨btÏeÿŸ2c{ öNä3Ytã öNä3Ï?$t«Íhy öNà6¨Zn=Åz÷Š_{ur ;M»¨Yy_ ̍øgrB `ÏB $ygÏFøtrB ㍻yg÷RF{$# 4 `yJsù txÿŸ2 y÷èt/ šÏ9ºsŒ öNà6YÏB ôs)sù ¨@|Ê uä!#uqy È@Î6¡¡9$# ÇÊËÈ  
Allah berfirman: "Sesungguhnya aku beserta kamu, Sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Sesungguhnya aku akan menutupi dosa-dosamu. dan Sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka Barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, Sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.( QS. Al Maidah : 12 )
Menurut tafsir Qurtubi jilid 6 halaman 151, arti daripada   ‘azzartumuuhum’  adalah ‘memuliakan atau mengagungkan Nabi’. Jadi memuliakan para Rasul termasuk salah satu amalan yang dapat mendatangkan maghfirah/ampunan dan menurunkan rahmat. Terbukti dalam ayat di atas bahwa mereka yang mengagungkan dan memuliakan para Rasul akan diampunkan sebagian dosanya dan akan dimasukkan kedalam surga. Apalagi kalau yang kita agungkan dan muliakan itu adalah Asyroful Anbiya wal Mursalin (yang paling mulia antara para nabi dan Rasul) yakni junjungan kita Nabi besar Muhammad saw.
Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori  yang berbunyi;
لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ (رواه البخاري(
“Janganlah kalian memuji/menyanjung aku secara berlebihan, sebagaimana kaum Nasrani menyanjung Isa bin Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah ‘hamba Allah dan Rasul-Nya” (HR. Bukhari)
Hadist ini bukanlah dalil pengharaman memuliakan  Nabi SAW, tapi sebagai dalil pengharaman mengkultuskan Nabi SAW sebagaimana agama nasroni yang telah mengkultuskan nabi Isa sebagai Tuhan.
Memuliakan  Rasulullah Saw adalah juga bentuk pemuliaan dan pengagungan kepada Allah swt. Allah swt dalam banyak ayat al-Quran senantiasa menggandengkan namaNya dengan Rasulullah, hal ini bukti nyata yang tak terbantahkan bahwa betapa Allah swt sendiri mengagungkan penghulu para nabi tersebut. Allah swt memposisikan Nabi Muhammad Saw diantara umat manusia di dunia melebihi seorang kaisar dan raja sekalipun. Jika seorang abdi kerajaan sebagai bentuk takzim dan pengagungannya tidak berani untuk meninggikan suara di hadapan rajanya, maka Allah swt mengancam dengan tegas, akan menghapus pahala amalan kebaikan siapapun yang meninggikan suara dihadapan Nabi Muhammad Saw.
Dalam surah al Hujurat ayat kedua kita membaca, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmusedangkan kamu tidak menyadari."Pesan ayat tersebut, alih-alih membangkang atau tidak taat atas perintah Rasulullah Saw, sekedar meninggikan suara melebihi suara Nabi atau sekedar berbicara kepada Nabi tidak ubahnya berbicara dengan orang selain Nabi dapat menyebabkan terhapusnya pahala amalan. Tidak ada pengecualian dalam ayat tersebut, hatta mereka yang mendapat kehormatan sebagai sahabat-sahabat Nabi sekalipun, istri-istri Nabi sekalipun dan keluarga nabi secara umum sekalipun. Al-Quran menandaskan, dalam hal berbicara kepada Nabipun, ummatnya harus memberi sikap yang berbeda, yang tidak boleh keluar dari batasan pengagungan, penghormatan dan pemuliaan. Ketika seorang muslim berbicara dengan penuh hormat kepada orangtuanya, maka Nabi Saw berhak untuk mendapatkan penghormatan yang lebih besar lagi, tidak boleh disamakan.
Bentuk pemuliaan lainnya, adalah dengan senantiasa mengirimkan salam dan shalawat kepada Nabiullah Muhammad Saw. Allah swt berfirman, "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." Shalawat adalah satu-satunya perintah Allah swt kepada umat manusia yang bukan hanya turut dilakukannya namun juga lebih dahulu melakukannya. Semestinya ayat ini saja sudah cukup membantah tanggapan bahwa Nabi Muhammad Saw tidak boleh dikultuskan atau beliau sama halnya manusia biasa. Allah SWT sendiri mengkultuskan Nabi Saw dalam ayat tersebut. Ketika Dia yang Khalik, mengirimkan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw yang nota bene adalah makhluk-Nya, tentu  alasannya tidak sederhana. Imam Baqir as dalam kitab Wasail al Syiah menyebutkan, "Amalan terberat dalam timbangan Allah di hari kiamat nanti adalah shalawat yang dikirimkan untuk Nabi Muhammad dan keluarganya.
"Bentuk pemuliaan lainnya yang juga tidak boleh diabaikan adalah mencintai keluarga Nabi Saw. Dalam surah Asy Syuura, Allah swt meminta kepada Nabi Muhammad Saw untuk mengatakan, "Aku tidak meminta kepadamu suatu upah pun atas seruanku ini kecuali kecintaan kepada keluargaku."Ayat ini tegas, bahwa sebagai bentuk 'balas jasa' atas dakwah dan ajakan Rasulullah Saw dalam menetapi kebenaran dan jalan yang lurus  tumbuh jika tidak diawali dengan upaya untuk mengenali keutamaan Ahlul Bait Nabi.

Kedua : nrã|ÁtRur Menolong  Nabi.
Hak Nabi Muhammad Saw atas ummatnya, adalah menolongnya. Pertolongan seperti apakah yang dibutuhkan Nabi Muhammad Saw, sehingga kita harus mengulurkan tangan memberikan pertolongan? Apakah Nabi lemah sehingga harus ditolong? Menolong yang dimaksud adalah terlibat dalam perjuangan Rasulullah Saw dalam menegakkan agama. Nabi Muhammad Saw secara lahiriyah tidak lagi mampu menjalankan aktivitas keduniawian pasca meninggal dunia, sementara agama Islam yang beliau dakwahkan dan ajarkan harus tetap hidup dan tumbuh, harus tetap tersebar dan bersemayam di hati-hati  umat manusia di tiap masa dan disetiap tempat. Karena itulah butuh keterlibatan ummatnya untuk melakukan semua itu.
Menolong Nabi adalah menghidupkan sunnah-sunnahnya, menolong Nabi adalah segencar mungkin memperkenalkan kepribadiannya yang mulia sehingga tidak ada ruang bagi yang hendak mencela dan menistakannya, menolong Nabi adalah mendakwahkan ajaran-ajaran yang dibawanya, menolong Nabi adalah menegakkan syariat Allah swt, menolong Nabi adalah memuliakan sesama muslim, tidak membenci apalagi mengkafirkan, menolong Nabi adalah dengan menjadi insan-insan yang mencintai dan senantiasa menegakkan kebenaran. Allah SWT berfirman;
Ïä!#ts)àÿù=Ï9 tûï̍Éf»ygßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qã_̍÷zé& `ÏB öNÏd̍»tƒÏŠ óOÎgÏ9ºuqøBr&ur tbqäótGö6tƒ WxôÒsù z`ÏiB «!$# $ZRºuqôÊÍur tbrçŽÝÇZtƒur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 šÍ´¯»s9'ré& ãNèd tbqè%Ï»¢Á9$# ÇÑÈ  
"(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar." (Qs. Al Hasyr: 8)
Perlu ditekankan, meskipun secara kasat mata kita tampak menolong Rasulullah, pada hakikatnya adalah kita menolong diri sendiri. Beberapa kaum muslimin di masa Rasulullah Saw (saya tidak menyebut sahabat, khawatir nanti dianggap menghina) dengan islamnya mereka, dengan hijrahnya meninggalkan kampung halaman, dengan turut berjihad memerangi kaum kuffar, dengan turut mendakwahkan Islam telah merasa berjasa kepada Nabi Muhammad Saw, mereka menganggap telah menolong Nabi yang jika tidak dengan keberadaan dan kesertaan mereka, Islam tidak akan diterima dan tersebar keberbagai negeri. Allah SWT mengingatkan, 
tbqYßJtƒ y7øn=tã ÷br& (#qßJn=ór& ( @è% žw (#qYßJs? ¥n?tã /ä3yJ»n=óÎ) ( È@t/ ª!$# `ßJtƒ ö/ä3øn=tæ ÷br& ö/ä31yyd Ç`»yJƒM~Ï9 bÎ) óOçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÊÐÈ  
"Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, "Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar." (Qs. Al-Hujurat: 17).
Ayat ini juga menyentil kita, generasi muslim saat ini. Kitalah yang butuh pada Islam dan dakwah, bukan Islam yang membutuhkan kita. Kitalah yang butuh pertolongan Nabi, bukan Nabi yang membutuhkan pertolongan kita. Kitalah yang hakekatnya ditolong oleh Rasulullah, bukan kita yang menolongnya. Jangan sampai ada sangkaan, kalau kita tidak ada, maka Islam juga tidak akan tersampaikan dan Nabi tidak akan dikenali. Percayalah, tanpa peran serta kita, Islam akan selalu ada dan akan tersampaikan dengan baik pada setiap masa dan tempat. Kekuasaan Allah tidak bergantung dengan keberadaan kita. 
Ketiga :  ¼çmyètB AÌRé& Ï%©!$#  uqZ9$# #qãèt7¨?$#ur  Mengikuti cahaya yang diturunkan kepada Nabi berupa  Al Quran.

Al-Quran bukan saja untuk di baca tapi untuk direnungkan, difahami dan untuk diamalkan, sebagaiaman firman Allah;

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى . وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S Thaha: 123, 124).
Dalam menjelaskan  ayat ini, Abdullah bin Abbas berkata, “Allah menjamin kepada siapa saja yang membaca Alquran dan mengikuti apa-apa yang ada di dalamnya, bahwa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat. Nabi Muhammad SAW bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. ( H.R.al-Hakim)
Berdasarkan firman Allah dan hadits bahwa kewajiban umat kepada Nabi adalah menjadikan Al-qu’an sebagai pedoman hidup, mengikuti pentunjuk-petunjuk yang ada didalamnya, lalu kemudian mendakwahkan kepada seluruh umat agar lebih banyak lagi manusia yang mendapatkan cahaya terang dari al-Qur’an.
Abu Hurairah berkata: “Segolongan sahabat Rasulullah menulis Taurat kemudian hal itu diutarakan kepada Rasulullah  maka beliau bersabda:
إِنَّ أَحْمَقَ الْحُمْقِ وَأَضَلَّ الضَّلاَلَةِ قَوْمٌ رَغِبُوْا عَمَّا جَاءَ بِهِ نَبِيُّهُمْ إِلَيْهِمْ إِلَى نَبِيِّ غَيْرِ نَبِيِّهِمْ وَإِلَى أُمَّةٍ غَيْرِ أُمَّتِهِمْ
“Sebodoh-bodohnya orang dan paling sesatnya kaum adalah mereka yang menolak apa yang dibawakan nabi mereka dan mengambil dari nabi terdahulu dan begitu pula umat –yang mengambil tradisi– selain umat mereka sendiri.”
 Kemudian Allah menurunkan ayat: “Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al-Qur'an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Ankabut: 51).
Kesimpulan : Sekarang Nabi SAW sudah wafat, Lakukanlah tiga hal;  muliakanlah Nabi dengan mencintainya, mencintai keluarga dan sahabatnya, tolonglah agamanya dengan mengamalkan dan mendakwahkan ajaran-ajarannya, serta jadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup, insyaaallah selamat dunia akhirat.




MAKNA LEBARAN DITINJAU DARI ASPEK PENDIDIKAN

MAKNA LEBARAN DITINJAU DARI ASPEK  PENDIDIKAN Oleh. Dr.H.M.Ridwan Jalil.M.Pd.I Setelah berpuasa satu bulan lamanya, Berzakat fitrah menurut ...