Senin, 04 April 2016

BEKERJA DALAM PERSPEKTIF AL-QU'AN

Add caption

















Hampir di setiap sudut kehidupan kita menyaksikan begitu banyak orang bekerja, mereka melakukan aktivitas, walau demikian tidak semua aktivitas manusia dikategorikan bekerja. Karena, dalam makna bekerja harus terkandung 3 aspek yg musti terpenuhi: 
1.    Bahwa aktivitas yg dilakukan karena ada dorongan tanggung jawab. 
2.    Kegiatan yg dilakukan tsb adl sesuatu yg direncanakan dan karena kesengajaan. 
3.    Bahwa apa yg dilakukan itu dikarenakan  adanya suatu arah dan tujuan yang luhur yaitu keinginan untuk mewujudkan agar dirinya menjadi bagian dari masyarakat yang terbaik. 
Bekerja adalah kewajiban sekaligus merupakan salah satu identitas manusia guna meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Tuhan, dengan demikian tampaklah bahwa bekerja dan kesadaran bekerja mempunyai 2 dimensi yang berbeda. Kesadaran bekerja akan melahirkan suatu improvement untuk meraih nilai yang lebih bermakna dan ingin menunjukkan kemampuan diri dg upaya yg sungguh" mengeluarkan seluruh aset pikiran, kemampuan utk mengaktualisasikan dirinya sbg hamba Tuhan yg hrs menundukkan dunia dg melakukan analisa perencanaan hidup yg baik dan mampu menuangkan ide dlm karya prestasi. Tapi, dalam Islam berkerja tidak hanya mencari keuntungan saja,melainkan ada aturan-aturan dan batasan-batasannya seperti yang terdapat di dalam alqur'an hadits.
A.BEKERJA.
Kerja atau amal menurut Islam dapat diertikan dengan makna yang umum dan makna yang khusus. Amal dengan makna umum ialah melakukan atau meninggalkan apa jua perbuatan yang disuruh atau dilarang oleh agama yang meliputi perbuatan baik atau jahat. Perbuatan baik dinamakan amal soleh dan perbuatan jahat dinamakan maksiat.
Adapun kerja atau amal dengan maknanya yang khusus iaitu melakukan pekerjaan atau usaha yang menjadi salah satu unsur terpenting dan titik tolak bagi proses kegiatan ekonomi seluruhnya. Kerja dalam makna yang khusus menurut Islam terbahagi kepada:
1. Kerja yang bercorak jasmani
2. Kerja yang bercorak aqli/fikiran (mental)
Dari keterangan hadis-hadis Rasulullah (s.a.w), terdapat kesimpulan bahawa konsep kerja menurut Islam adalah meliputi segala bidang ekonomi yang dibolehkan oleh syarak sebagai balasan kepada upah atau bayaran, sama ada kerja itu bercorak jasmani (flzikal) seperti kerja buruh, pertanian, pertukangan tangan dan sebagainya atau kerja bercorak aqli (mental) seperti jawatan pegawai, baik yang berupa perguruan, iktisas atau jawatan perkeranian dan teknikal dengan kerajaan atau swasta. Antara hadis-hadis tersebut ialah:"Tidaklah ada makanan seseorang itu yang lebih baik daripada apa yang dimakannya dari hasil usaha tangannya sendiri". (Riwayat al-Bukhari)
Selain daripada itu para sahabat menggunakan perkataan pekerja (amil) untuk jawatan orang yang ditugaskan menjadi petugas pemerintahan umpamanva kadi, gabenor dan sebagainya. Oleh yang demikian segala kerja dan usaha yang dibolehkan oleh syarak baik yang bersifat kebendaan atau abstrak atau gabungan dan kedua-duanya adalah dianggap oleh Islam sebaga "kerja". Segala kerja yang bermanfaat Islam dan yang sekecil-kecilnya seperti menyapu longkang hingga kepada yang sebesar-besarnya seperti menjadi menteri atau kepala negara adalah merupakan kerja atau amal sekalipun ianya berlainan peringkat dan kelayakan yang diperlukan untuknya. Berdasarkan konsep ini maka menurut pandangan Islam, masyarakat seluruhnya dan semua peringkat adalah pekerja.
Oleh yang demikian konsep kerja seperti ini membawa implikasi sosial yang penting, antaranya:
1. Bahawa asal manusia adalah sama sebagai manusia dan pekerja yang mempunyai kemuliaan dan kehormatan sekalipun perbezaan itu tidaklah merupakan keistimewaan satu pihak terhadap yang lain.
2. Para pekerja bukanlah hanya satu kelompok dari masyarakat, bahkan mereka adalah semua anggota masyarakat. Jadi mengikut konsep Islam bahawa masyarakat itu adalah tersusun atau terbentuk dari kerjasama antara sesama para pekerja di dalamnya, bukan terdiri dari kumpulan para pekerja dan para majikan seperti yang difahami menurut sistem ekonomi komunis atau kapitalis.

B.PRINSIP-PRINSIP DALAM BEKERJA
Add caption
Bekerja merupakan keniscayaan dalam hidup. Dalam suasana zaman yang semakin sulit, kaum beriman dituntut mampu survive dan bangkit membangun peradaban seperti sedia kala. Syarat untuk itu tidak cukup lagi ditempuh dengan kerja keras, tetapi harus kerja cerdas.
Tidak ada lain bagi kaum beriman kecuali harus mengkaji pandangan Islam tentang etos kerja. Meski makhluk hidup di bumi sudah mendapat jaminan rezeki dari Allah, namun kemalasan tidak punya tempat dalam Islam. Fatalisme atau paham nasib tidak dikenal dalam Islam. Firman Allah:
(#qäótGö/$$sù yZÏã «!$# šXøÎh9$# çnrßç6ôã$#ur (#ráä3ô©$#ur ÿ¼ã&s! ( Ïmøs9Î) šcqãèy_öè? ÇÊÐÈ  
 "...maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan” (Qs Al-Ankabut: 17).
Menurut ayat itu, rezeki harus diusahakan. Dan seakan mengonfirmasi ayat di atas, firman Allah di ayat lain tegas menyatakan, cara mendapat rezeki adalah dengan bekerja.
#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè?  
“Jika shalat telah ditunaikan, maka menyebarlah kalian di muka bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung” (Qs Al-Jumu’ah: 10).
Ayat lain bahkan menyatakan, dijadikannya siang terang agar manusia mencari rezeki dari Allah (Qs Al-Isra: 12), terlihatnya bahtera berlayar di lautan agar manusia mencari karunia Allah (Qs An-Nahl: 14), adanya malam dan siang agar manusia beristirahat pada waktu malam dan bekerja pada waktu siang (Qs Al-Qashash: 73).
Masih banyak ayat serupa. Intinya, rezeki Allah hanya akan diperoleh dengan etos kerja tinggi. Bagaimana teknis pelaksanaan etos kerja sebagaimana perintah Allah di atas?
Menurut riwayat Al-Baihaqi dalam ‘Syu’bul Iman’ ada empat prinsip etos kerja yang diajarkan Rasulullah. Keempat prinsip itu harus dimiliki kaum beriman jika ingin menghadap Allah dengan wajah berseri bak bulan purnama.
Pertama, bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan). Halal dari segi jenis pekerjaan sekaligus cara menjalankannya. Antitesa dari halal adalah haram, yang dalam terminologi fiqih terbagi menjadi ‘haram lighairihi’ dan ‘haram lidzatihi’. Analoginya, menjadi anggota DPR adalah halal. Tetapi jika jabatan DPR digunakan mengkorupsi uang rakyat, status hukumnya jelas menjadi haram. Jabatan yang semula halal menjadi haram karena ada faktor penyebabnya. Itulah ‘haram lighairihi’. Berbeda dengan preman. Dimodifikasi bagaimanapun ia tetap haram. Keharamannya bukan karena faktor dari luar, melainkan jenis pekerjaan itu memang ‘haram lidzatihi’.

Kedua, bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah). Kaum beriman dilarang menjadi benalu bagi orang lain. Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian bersabda, “Sungguh orang yang mau membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya di atas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya, diberi atau ditolak” (HR Bukhari dan Muslim). Dengan demikian, setiap pekerjaan asal halal adalah mulia dan terhormat dalam Islam. Lucu jika masih ada orang yang merendahkan jenis pekerjaan tertentu karena dipandang remeh dan hina. Padahal pekerjaan demikian justru lebih mulia dan terhormat di mata Allah ketimbang meminta-minta. 
Ketiga, bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Mencukupi kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain. Tidak dapat diwakilkan, dan menunaikannya termasuk kategori jihad. Hadis Rasulullah yang cukup populer, “Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri, keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah” (HR Ibnu Majah). Tegasnya, seseorang yang memerah keringat dan membanting tulang demi keluarga akan dicintai Allah dan Rasulullah. Ketika berjabat tangan dengan Muadz bin Jabal, Rasulullah bertanya soal tangan Muadz yang kasar. Setelah dijawab bahwa itu akibat setiap hari dipakai bekerja untuk keluarga, Rasulullah memuji tangan Muadz seraya bersabda, “Tangan seperti inilah yang dicintai Allah dan Rasul-Nya”. 
Keempat, bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi). Penting dicatat, Islam mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas sosial, dan mengecam keras sikap tutup mata dan telinga dari jerit tangis lingkungan sekitar. “Hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian harta yang Allah telah menjadikanmu berkuasa atasnya.” (Qs Al-Hadid: 7).

Lebih tegas, Allah bahkan menyebut orang yang rajin beribadah tetapi mengabaikan nasib kaum miskin dan yatim sebagai pendusta-pendusta agama (Qs Al-Ma’un: 1-3). Itu karena tidak dikenal istilah kepemilikan harta secara mutlak dalam Islam. Dari setiap harta yang Allah titipkan kepada manusia, selalu menyisakan hak kaum lemah dan papa. 


C.PEKERJAAN YANG HALAL DAN THOYYIBAH
Sebenarnya didalam Islam tidak ada perbedaan dalam pekerjaan yang paling baik atau tidak baik dimata Allah SWT. Semua pekerjaan adalah baik sepanjang tidak bertentangan dalam syariat Islam itu sendiri. Pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan yang halal. Pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan yang barokah. Pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan yang tidak membuat kita lupa kepada-Nya. Pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan yang akan semakin mendekatkan kita kepada diri-Nya. Pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan yang membuat diri kita semakin bersyukur kepada-Nya.
Mungkin kadang-kadang pernah terlintas didalam pikiran kita dan pernah juga terlintas didalam pikiran saya sendiri “Kayaknya enak ya jadi dia, punya uang banyak, hidup enak, ke kantor menggunakan kendaraan mewah, pake pakaian kerja yang bagus-bagus, semua orang hormat kepada dia, dan lain-lain???”  Tapi pernahkah terpikir jika kita berada di posisi dia, bisa jadi itu merupakan posisi yang tidak Allah SWT sukai? Bukan bermaksud su’udzon terhadap orang lain, tapi pernahkah terpikir jika kita punya uang banyak malah dapat membuat melupakan diri-Nya? Pernahkah terpikir, kalau hidup enak malah bisa membuat kita lupa sholat kepada diri-Nya? Pernahkah terpikir, kalau kita ke kantor menggunakan kendaraan mewah bisa menimbulkan rasa sombong didalam diri kita? Pernahkah terpikir, jika kita memakai pakaian yang bagus-bagus daripada orang lain bisa membuat kita memandang rendah orang lain? Dan ternyata, tidak semua hal yang ‘enak-enak’ tersebut ternyata selalu bagus untuk kita??? Dan mungkin pekerjaan yang sedang kita geluti masing-masing, adalah yang terbaik untuk kita.
Pekerjaan yang sedang kita geluti dalam mencari rezeki, didalam Islam hukumnya wajib. Dan orang-orang yang mencari rezeki yang halal disisi Allah SWT adalah sama dengan jihad, seperti hadits berikut ini : Dari Ibnu ‘Umar, Nabi saw. bersabda: “Mencari rezeki yang halal adalah jihad.” (HR. Abu Nu‘aim). Dan untuk mendapatkan pekerjaan tentu saja pekerjaan yang halal seperti hadits berikut iniDari Abu Sa‘id, Nabi saw. bersabda: “Apabila seseorang di antara kalian mencari rezeki, hendaklah kalian meminta yang halal.” (HR. Ibnu ‘Adi).
Pekerjaan yang dilandasi iman kepada Allah SWT, tidak akan membuat diri kita rakus/serakah terhadap kehidupan didunia ini. Pondasi kita dalam bekerja adalah mencari rezeki dalam rangka beribadah kepada Nya. Bukankah kita diciptakan didunia ini hanya untuk beribadah kepada Nya?? Seperti firman Allah berikut : “Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”. Pekerjaan yang dilandasi nilai ibadah akan menjauhkan kita dari mencari uang yang tidak diridhai Allah SWT.
Pekerjaan yang dilandasi nilai ibadah akan membuat kita semakin bersyukur kepada diri Nya. Mungkin dari pekerjaan yang sedang kita geluti, tidak mendapatkan hasil yang cukup, terus apa solusinya? Yang pertama tentu saja bersyukur kepada-Nya terlebih dahulu, kita masih diberikan kenikmatan didalam dunia ini. Yang kedua adalah berusaha mencari pekerjaan yang lebih ‘baik’ dan yang ketiga tentu saja berdoa, mohon kepada Allah SWT agar kita diberikan kelapangan rezeki, kelancaran rezeki  dan diberikan jalan yang lebih baik.
Terus apa yang harus kita lakukan, jika kita berada di tempat kerja yang kurang baik, yang bisa menimbulkan celah kepada diri kita untuk mendapatkan rezeki yang haram? Yang pertama, tentu saja semakin mendekatkan diri kepada diri-Nya. Yang kedua, tentu saja mencari pekerjaan halal yang lebih baik tentunya. Menginatkan saya akan film Si Doel Anak Sekolahan, seorang insinyur yang jujur dan shaleh didalam mencari pekerjaan. Dia pontang-panting didalam mencari pekerjaan yang baik. Dan suatu saat dia mendapatkan pekerjaan, tapi didalam pekerjaan tersebut disuruh melakukan hal yang bertentangan dengan agama. Dan apa yang dia lakukan?? Dia keluar dari pekerjaan tersebut dan tetap istiqomah dalam mencari pekerjaan yang halal.
Satu lagi yang mungkin kita lupakan yaitu infaq dan shadaqah. Didalam rezeki yang kita dapatkan, terdapat hak orang lain, hak kaum dhuafa. Hak tersebut harus kita keluarkan melalui infaq dan shadaqah, serta bisa disalurkan ke masjid-masjid terdekat. Untuk besarannya sebesar 2,5% dari total rezeki yang kita dapatkan. Besar/kecilnya tidak menjadi masalah, yang penting ikhlas demi Allah SWT. Dengan berinfaq dan shadaqah, kita telah membersihkan harta yang kita miliki. Dan untuk orang-orang yang menafkahkan sebagian rezekinya, akan dibalas oleh Allah SWT berkali-kali lipat.

D.PENUTUP
Berdasarkan kepada keterangan ayat-ayat al-Quran dan hadis Rasulullah (s.a.w) dengan huraian-huraian seperti yang disebutkan dapatlah dibuat kesimpulan bahawa Islam sangat mengambil berat terhadap "kerja" dengan menjelaskan konsep kerja itu dan kedudukannya yang tinggi dalam ajaran Islam. Ringkasnya, kita dapat simpulkan seperti berikut:-
1.    Kerja menurut konsep Islam adalah segala yang dilakukan oleh manusia yang meliputi kerja untuk dunia dan kerja untuk akhirat.
2.    Kerja untuk kehidupan dunia sama ada yang bercorak aqli/mental (white collar job) atau bercorak jasmani (blue collar job) adalah dipandang sama penting dan mulia di sisi Islam asal sahaja dibolehkan oleh syarak.
3.    Islam mewajibkan kerja ke atas seluruh umatnya tanpa mengira darjat, keturunan atau warna kulit, kerana seluruh umat manusia adalah sama di sisi Allah, melainkan kerana taqwanya.
4.    Masyarakat Islam adalah sama-sama bertanggungjawab dan bekerjasama melalui kerja masing-masing. Berdasarkan kebolehan dan kelayakan serta kelayakan bidang masing-masing kerana segala kerja mereka adalah bersumberkan iman dan bertujuan melaksanakan amal soleh.
5.    Kerja adalah asas penilaian manusia dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya sebagai khalifah Allah dan hamba-Nya untuk memakmurkan bumi ini dan sekaligus pula beribadat kepada Allah, Tuhan Pencipta alam.
6.    Kerja merupakan cara yang tabi'i untuk manusia mencari nafkah bagi menyara hidup dan keluarga melalui berbagai sektor pekerjaan dan perusahaan yang sedia terbuka peluangnya dengan persediaan dan kemudahan alam yang Allah sediakan di atas muka bumi ini.
7.    Islam melarang/menolak pengangguran kerana ia akan mendedahkan kepada kelemahan dan kefakiran dan jatuhnya maruah diri/ummah, kerana Islam menghendaki setiap umatnya bermaruah dan berdikari, tidak meminta-minta dan berharap kepada bantuan dan belas kasihan orang lain, bahkan sebaliknya hendaklah menjadi umat yang kuat dan mampu membela mereka yang lemah dan tertindas agar seluruh manusia menikmati keadilan dan rahmat yang dibawa oleh Islam sebagai agama atau "ad-Din" yang tertinggi dan mengatasi seluruh kepercayaan dan ideologi manusia. Firman Allah S.W.T bermaksud:"Dialah Allah yang mengutuskan Rasul-Nya (Muhammad) dengan membawa petunjuk dan agama yang benar (Islam) supaya ia meninggikan atas segala agama yang lain, walaupun orang musyrik membencinya".
8.    Pilihlah pekerjaan yang halal dan thoyyiba.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKNA LEBARAN DITINJAU DARI ASPEK PENDIDIKAN

MAKNA LEBARAN DITINJAU DARI ASPEK  PENDIDIKAN Oleh. Dr.H.M.Ridwan Jalil.M.Pd.I Setelah berpuasa satu bulan lamanya, Berzakat fitrah menurut ...