Ibadah dan bekerja itu
sangat erat kaitannya. Ia tidak bisa dipisahkan dengan mutlak. Karena bekerja
bisa menjadi bagian dari ibadah. Dengan bekerja, kebutuhan keluarga bisa
terpenuhi dan tidak membebani orang lain. Namun, bila bekerja hanya bekerja
untuk menumpuk harta, untuk membanggakan diri, dan untuk sebatas mencari
kesenangan duniawi, maka hal inilah yang tidak diperbolehkan. Tujuan hidup kita
di dunia ini sebagai muslim telah digariskan oleh Allah Rabbul ‘Izzah yang
menciptakan kita. Allah ta’ala berfirman:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
(Q.s. al-Dzariyat: 56)
Ya mengabdikan diri kita
hanya kepada dan untuk Allah semata. Oleh sebab itulah, demi memelihara hak dan
kewajiban kita dalam menghadirkan Allah ta’ala dengan segenap perangkat nilai
tatanan ilahiah dalam tiap jejak kehidupan kita, maka mau tidak mau maka dalam
setiap aktifitas dan profesi hidup kita, selalu menghadirkan spirit ibadah
kepada Allah. Bagaimana caranya? Yaitu dengan mentaati dan mematuhi setiap
aturan syariat Allah dalam segala bentuk pekerjaan dunia kita.
Ada setidaknya lima (5)
prinsip agar pekerjaan dunia kita bernilai ibadah di sisi Allah ta’ala, hingga
tidak sia-sia begitu saja. Berikut ini hal-hal tersebut.
1.Dengan cara halal
Inilah yang mulai terkikis dalam diri manusia. Asal dapat uang, tak peduli cara yang dilakukan, apakah halal atau haram. “Yang haram saja susah, apalagi yang halal,” demikian alasan segilintir orang yang menggunakan cara haram untuk mendapatkan rezeki. Namun sesungguhnya ini adalah bentuk kebodohan terhadap karunia Allah berupa rezeki yang terhampar begitu luas di bumi ini. Pekerjaan atau profesi yang haram atau dalam lingkaran yang haram, meski niatnya mulia untuk menafkahi keluarga dan membahagiakan istri tercinta atau anak yang disayangi, maka itu adalah maksiat kepada Allah dan akan mendatangkan murka-Nya. Rasul Saw bersabda,
لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ
سُحْتٍ
“Sungguh tidak masuk syurga daging yang tumbuh dari
makanan yang haram,(Hr.Tirmidzi,
al-Hakim dan al-Thabrani).
Seorang muslim dilarang untuk
memilih dan menjalankan profesi yang diharamkan oleh Allah swt. Kriteria
dasarnya adalah sabda Rasulullah saw:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى إِذَا حَرَّمَ
شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
“Jika Allah telah mengharamkan sesuatu, maka ia juga
telah mengharamkan harga/upahnya untuk (tidak) dimakan” (Hr. Abu Daud dan Ahmad).
Di dalam Al-Qur’an, Allah
telah mengharamkan zina, mencuri, meminum khamr, berjudi, riba dalam muamalat,
dsb. Juga di dalam sunnah, Rasul telah melarang tiga jenis upah dari “menjual
anjing, prostitusi, dan perdukunan”. Bahkan, bukan hanya pekerjaan langsung
yang terkait dengan perkara haram yang dilarang oleh Islam, tetapi mencakup
semua perangkat dan sistem pendukung dari perkara haram. Maka apa saja
perbuatan atau pekerjaan yang menjadi supporting system dari perjudian, minuman
keras, riba, mencuri, perdukunan, peramalan dan lain-lain, maka pekerjaan itu
menjadi haram. Perhatikanlah sabda Rasul Saw ini:
Mengerikan bukan? Maka itu,
hindarilah semua jenis pekerjaan, apa pun itu, jika ia telah menjadi bagian
sistem pendukung perbuatan yang Allah haramkan. Allah juga memerintahkan,
$¯RÎ) çÝÇZoYs9 $oYn=ßâ úïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä Îû Ío4quptø:$# $u÷R9$# tPöqtur ãPqà)t ß»ygô©F{$# ÇÎÊÈ
“Hai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik
(halal) dan kerjakanlah amal yang shalih.” (Al Mukmin:51)
Dalam firmannya yang lain,
wur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)Ìsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ
“Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian
yang lain diantara kalian dengan jalan yang batil.” (Al Baqarah:188)
2. Dengan akad yang sah
Bila pekerjaan yang kita
jalan berupa kegiatan perdagangan atau jual-beli, harus diperhatikan akadnya
(caranya). Sudahkah sesuai dengan syariat Islam atau belum. Harus kita
perhatikan kaidah-kaidah dalam jual beli. Misalnya pelaku jual beli harus
berakal, merdeka. Perhatikan juga obyek dagangannya, tidak boleh barang-barang
yang diharamkan untuk dikonsumsi. Lafal (ijab-qabul) juga harus diperhatikan,
agar terhindar dari gharar/penipuan apalagi riba,
3. Dengan cara jujur, tidak dzalim dan bijaksana
Dalam berusaha diperbolehkan
untuk menyembunyikan berapa laba yang diperoleh, tetapi harus diperhatikan
kewajarannya. Sebaiknya tidak mengambil laba yang terlalu tinggi hingga
memberatkan pembeli, padahal ia sangat membutuhkan barang tersebut. Tidak
bersikeras dalam tawar menawar juga termasuk dalam bab ini.
Selain itu dalam usaha yang
kita lakukan, tidak boleh menimbulkan kerugian pihak lain. Seperti menimbun
barang yang bisa menyebabkan melambungnya harga dan mempersempit perputaran
uang. Atau bisa juga memuji barang sendiri setinggi langit padahal kualitasnya
rendah dan ada cacat yang ditutup tutupi. Selain itu tidak boleh curang dalam
timbangan. Kecurangan tersebut jelas merupakan satu bentuk praktek sariqah
(pencurian) terhadap milik orang lain dan tidak mau bersikap adil dengan
sesama.
Dengan demikian, bila mengambil milik orang lain
melalui takaran dan timbangan yang curang walaupun sedikit saja berakibat
ancaman doa kecelakaan. Dan tentu ancaman akan lebih besar bagi siapa saja yang
merampas harta dan kekayaan orang lain dalam jumlah yang lebih banyak.
Bila kita sebagai pekerja hendanya kita bisa menjaga
perilaku ketika bekerja. Menjauhi berbagai hal yang tercela seperti bergunjing,
menjegal rekan kerja, menjilat atasan, menginjak bawahan, menerima suap,
melakukan korupsi, atau mengambil milik orang lain tentu akan merusak nilai
ibadah dari aktivitas bekerja.
4. Dengan tulus dan ikhlas
Salah satu syarat ibadah
diterima Allah SWT adalah harus ikhlas. Demikian pula dengan bekerja. Agar
dapat bernilai ibadah, bekerja harus dilakukan dengan ikhlas. Tegasnya,
seseorang yang memerah keringat dan membanting tulang demi keluarga akan
dicintai Allah dan Rasulullah. Ketika berjabat tangan dengan Muadz bin Jabal,
Rasulullah bertanya soal tangan Muadz yang kasar. Setelah dijawab bahwa itu
akibat setiap hari dipakai bekerja untuk keluarga, Rasulullah memuji tangan
Muadz seraya bersabda, “Tangan seperti inilah yang dicintai Allah dan Rasul-Nya”.
5. Dengan tetap mementingkan agama
Tidak sempurna nilai ibadah
dalam pekerjaan kita, jika kita tidak memenuhi syarat yang kelima. Yaitu
senantiasa berdzikir kepada Allah (menghadirkan-Nya dalam setiap amal kita),
mengerjakan shalat lima waktu, dan menunaikan zakat. Tidak berguna suatu pekerjaan,
sebesar apapun penghasilan yang diraih, dan tak akan bernilai ibadah kepada
Allah, jika kita tidak menghadirkan Allah dalam setiap kerja kita (dzikrullah),
lalai terhadap kewajiban shalat lima waktu, apalagi sampai tidak mengeluarkan
zakat profesi dari penghasilan kita selama 1 tahun penuh.
Îû BNqãç/ tbÏr& ª!$# br& yìsùöè? t2õãur $pkÏù ¼çmßJó$# ßxÎm7|¡ç ¼çms9 $pkÏù Íirßäóø9$$Î/ ÉA$|¹Fy$#ur ÇÌÏÈ ×A%y`Í w öNÍkÎgù=è? ×ot»pgÏB wur ììøt/ `tã Ìø.Ï «!$# ÏQ$s%Î)ur Ío4qn=¢Á9$# Ïä!$tGÎ)ur Ío4qx.¨9$#
tbqèù$ss $YBöqt Ü=¯=s)tGs? ÏmÏù ÛUqè=à)ø9$# ã»|Áö/F{$#ur ÇÌÐÈ
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang
telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada
waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan
dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan
sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang
(di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. An-Nur: 36-37)
Itulah kesempurnaan ibadah
setiap muslim dalam seluruh tingkatan pekerjaannya. Agar ridha Allah ta’ala
kita raih, dan kita menjadi hamba-hamba-Nya yang jujur mengamalkan ikrar dan
sumpah kita di hadapan Allah ta’ala. Wallahu a’lam bil-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar