Konsep Islam tentang Wahyu dan Kenabian
A. Pengertian
Se'cara etimologis Nabi berasal dari kata na-ba artinya
ditinggikan, atau dari kata na-ba-a artinya berita. Dalam hal ini seorang Nabi
adalah seorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah Swt. dengan memberinya
berita (wahyu). Sedangkan kenabian itu artinya penunjukan atau pemilihan Allah
Swt. terhadap salah seorang dari hamba-Nya dengan memberinya wahyu.
Sedang arti terminologis Nabi adalah manusia biasa
yang mendapatkan keistimewaan menerima wahyu dari Allah Swt. Di antara para
Nabi ada yang diamanatkan untuk menyampaikan wahyu yang diterimanya, kepada
umat manusia. Nabi yang demikian itu disebut Rasul.
Dalam ajaran Islam, beriman kepada para Rasul dan para
Nabi adalah salah satu dari enam rukun iman. AI-Qur'an surah AI-Baqarah 77 mengatakan:
Bukanlah kebaikan itu menghadapkan wa/ah kamu ke arah
timur dan barat, tetapi kebaikan itu adatah siapa yang beriman kepada Allah,
hari kiamat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, Nabi-Nabi dan memberikan haria
yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
orang-orang yang dalam perjalanan, orang-orang yang meminta-minta dan
membebaskan perbudakan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan orang-orang
yang memenuhi janjinya bila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesengsaraan,
penderitaan dan pada waktu peperangan. Mereka itutah orang-orang yang benar dan
mereka itulah orang-orang yang bertakwa
(QS AI-Baqarah [2]: 177).
B.
Urgensi Kenabian
Ketika membahas tentang kenabian pertanyaan
mendasaryang muncul adalah mengapa harus ada Nabi? Untuk membahas persoalan
ini, dapat dilihat dari dua sudut pendekatan, yaitu:
1.
Pendekatan Doktrinal
Dari sudut pendekatan Tuhan sendiri, apakah sebenarnya
yang dikehendaki Tuhan dengan mengutus para Nabi itu. Dilihat dari sudut pandangan
firman, doktrin atau normatif, maka kedatangan atau kelahiran Nabi-nabi dalam
realitas masyarakat adalah merupakan Dan ketika Musa berkata kepada kaumnya,
hai kaumku, ingatlah nikmat Allah a/as kamu ketika Dia mengangkat Nabi-Nabi di
antara kamu dan Dia jadikan kamu raja-raja, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang
tidak diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umatyang lain. (QS
AI-Maidah [5]: 20)
Selanjutnya dalam Al-Qur'an surah Hud (11) ayat
116-119 yang artinya sebagai berikut. Maka mengapakah tidak ada di antara umat-umat sebelum
kamu, orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang berbuat kerusakan di
muka bumi, kecuali sedikit di antara orang-orang yang telah kami selamatkan
dari mereka itu, dan orang-orang zalim, fa mengikuti apa-apa yang menyenangkan
hawa nafsunya dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. Dan Tuhanmu
sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri dengan aniaya, sedang penduduknya
berbuat kebaikan, dan jika Tuhanmu menghendaki, niscaya Dia menjadikan manusia
satu umat, tetapi mereka senantiasaberselisih, kecuali orang-orang yang
memperoleh rahmat dari Tuhanmu dan untuk itulah Allah menciptakan mereka, dan
telah sempurnakan kalimat Tuhanmu, sungguhAku akan penuhijahannam itu dengan
jin dan manusia. (QS AI-Hud 116-119)
2. Pendekatan
Sosial Historis
Apakah memang kehadiran para Nabi diperlukan dalam
realitas kehidupan suatu masyarakat, sehingga Tuhan perlu mengutusnya untuk
masyarakat itu. Jika dilihat dari konteks sosial, maka sejarah menjelaskan
bahwa pada saat kelahiran Nabi Muhammad Saw. keadaan masyarakat pada waktu itu
sedang dilanda krisis moral yang fundamental, yang ditandai oleh adanya
perbudakan dan penindasan yang kuat terhadap yang lemah, sehingga manusia
menjadi suatu komoditi dalam pasar jual beli budak, penindasan terhadap kaum perempuan
yang dibunuh sejak diketahui jenis kelamin, sistem politik yang dikuasai oleh
fanatisme kesukuan yang sempit, serta dengan landasan sistem ketuhanan yang
memuja materi, yang diwujudkan pada penyembahan patung-patung. Krisis moral itu
telah rnenghancurkan kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya; sosial
politik, ekonomi, budaya, dan agama. Barangkali karena kenyataan itulah Nabi
Muhammad Saw. sendiri menegaskan bahwa sesungguhnya la diutus untuk
menyempurnakan budi pekerti yang mulia masyarakatnya yang telah sakit dan
berada dalam jurang kehancuran.
C. Tugas Kenabian
Di antara para Nabi ada yang diamanatkan untuk
menyampaikan risalah yang dibawanya. Berikut ini adalah rinciannya:
1.Sebagai
penyampai syariat rabbani kepada manusia (QS Al-Maidah [5]: 67 dan QS AI-Ahzab
[33]: 38).
2. Menjelaskan makna nas yang diturunkan kepada umat (QS Al-Nahl[16]:44).
3. Menuntun umat kepada
kebaikan dan mewanti-wanti mereka agar menghindari keburukan. Hal ini
ditegaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Muslim yang
artinya sebagai berikut: "Tidak ada seorang Nabi pun sebelumku kecuali diharuskan
untuk menuntun dan menunjukkan kebaikan pada umatnya, apa yang diajarkan kepada
mereka dan memperingat-kan akan kejahatan yang diajarkan kepada mereka".
4. Mendidik manusia dengan
metode rabbani (QS AI-Nahl [16]: 125).
D.
Misi dan Tujuan Kenabian
Dalam surah AI-Ahzab 45-46 disebutkan bahwa Nabi diutus Allah
kepada manusia untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira, pemberi peringatan,
penyeru kepada agama Allah, dan menjadi cahaya penerang. Berdasarkan ayat
tersebut dan ayat-ayat lain yang senada dapatlah dipastikan bahwa Nabi-nabi
telah ditunjuk untuk membimbing masyarakat ke arah jalan yang benar, dan
memberikan kepada mereka kebahagiaan dan kemerdekaan. Pertanyaannya adalah: Ke
arah mana tujuan jalan yang benar tersebut? Di manakah letak kebahagiaan
masyarakat dalam perspektif aliran pemikiran ini? Perbudakan macam apakah dalam
aliran pemikiran ini yang ingin dibebaskan? Berdasarkan aliran pemikiran ini,
di mana letak kebahagiaan dan keselamatan akhir manusia? Apa tujuan utama dari
misi kenabian itu?
Semua permasalahan ini telah disitir dalam AI-Qur'an,
baik secara langsung maupun tidak langsung, tetapi dua konsep telah secara khusus
ditunjuk sebagai yang sebenarnya dari misi para Nabj. Kedua konsep tersebut
adalah: Pertama, mengimani Allah Yang Maha Esa dan mendekatkan diri kepada-Nya
atau bertauhid; dan Kedua, menegakkan keadilan dan kesederajatan dalam
masyarakat manusia. Semua ajaran para Nabi merupakan semacam perkenalan kepada
kedua misi ini. Kedua ayat yang telah dijelaskan tadi (QS AI-Ahzab: 45-46) merujuk
kepada misi pertama kenabian. Di antara semua aspek yang disebutkan dalam kedua
ayat ini nyatalah bahwa "mengajak kepada Allah" merupakan tujuan
utama dari misi kenabian.
Di lain pihak, berkaitan dengan semua Nabi, surah
AI-Hadld [57]: 25 mengungkapkan:
Sesungguhnya
kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-buktiyang nyata, dan
telah kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya
manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS
AI-Hadld [57]: 25)
Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa menegakkan
keadilan adalah tujuan utama kenabian dan misi kenabian. Dengan demikian, terdapat
dua tujuan utama dari misi kenabian, yaitu mengajak manusia untuk menyembah
Allah Yang Esa, sekaligus memberantas kemusyrikan, dan menegakkan keadilan di
tengah-tengah masyarakat, sekaligus memberantas kelaliman. Contoh paling menarik
dalam misi kenabian ini dibawa oleh Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., dan Nabi
terakhir Muhammad Saw.
Nabi Ibrahim a.s. mengajak kaumnya untuk menyembah
Allah Yang Esa, seraya menjelaskan Keagungan Tuhan. Pemimpin kaum yang kafir
malah menentangnya dengan minta ditunjukkan apa saja kebesaran Allah itu.
Ibrahim menyebutkan bahwa Tuhannya bisa menghidupkan dan mematikan. Pemuka kaum
yang durhaka lalu menjawab dengan sombongnya, bahwa la pun mampu menghidupkan dan
mematikan. la lalu mengambil dua orang hamba sahaya, kemudian membunuh salah
seorang di antara keduanya dan membiarkan hidup yang lainnya. Ibrahim lalu
rnenggunakan logika yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh siapa pun selain
Allah dengan menyebutkan, bahwa Tuhannya menjalankan matahari (yang terlihat di
bumi) dan arah timur ke arah barat; lalu menantang pemuka kafir itu agar
memindahkan arah peredaran matahari dari arah barat ke arah timur.
Tatkala kaumnya tidak mengindahkan seruannya,
sekalipun argumentasi yang jitu telah dilontarkan dan telah mengalahkan mereka,
Ibrahim lalu rnenggunakan argumentasi lain. Sejalan dengan tradisi bahwa pada
saat itu orang-orang menyembah patung-patung. Tatkala hari raya tiba keluarlah
semua orang dari kota, sementara Ibrahim tinggal sendirian. Kesempatan ini
digunakan Ibrahim untuk menghancurkan berhala-berhala, sumber kemusyrikan saat
itu, dengan kapaknya, kecuali sebuah berhalayang paling besar. Di leher berhala
yang paling besar ini Ibrahim mengalungkan kapaknya dengan maksud agar semua
orang yang meninggalkan kota itu mengambil kesimpulan, bahwa telah terjadi
pertengkaran hebat di antara berhala-berhala itu lantas masing-masing mereka
berkata dalam dirinya bahwa berhala yang terbesar itulah yang paling kuat.
Tetapi yakin akan naluri manusia yang condong kepada yang benar, masing-masing
mereka akan berkata pula bahwa tidak mungkin berhala yang tidak bisa bergerak
itu yang melakukannya. Hal ini akan membuat mereka tidak menerima persoalan ini
lalu bergerak untuk berpikir. Ketika orang-orang kembali lagi ke kota dan
menyaksikan apa yang terjadi dengan Tuhan-Tuhan mereka, mereka pun marah dan dengan
penuh kebencian segera mencari orang yang diduga melakukan penghancuran itu.
Tapi siapakah pelakunya? Tiba-tiba mereka teringat bahwa ada seorang pemuda
yang selalu menantang tradisi mereka, maka segeralah mereka mencari Ibrahim.
Dengan logika yang sudah dipersiapkannya Ibrahim lalu (seolah-olah) mengelak:
Mengapa aku yang kalian tuduh. Mengapa tidak patung yang paling besar itulah yang
kalian tuduh? Orang banyak pun menjawab dengan penuh sinis: Mana mungkin
berhala yang tidak bisa berpindah tempat itu dapat melakukannya, Jawaban inilah
yang justru ditunggu-tunggu Ibrahim untuk meluruskan logika mereka. Mendengar
pernyataan kaumnya itu Ibrahim segera berkata: "Masa berhala besar saja
tidak bisa melakukan seperti itu, padahal kalian menganggap bahwa ia bisa
memenuhi kebutuhan kalian!"
Nabi Musa dalam melaksanakan misi kenabiannya harus berhadapan
dengan kekuatan kemusyrikan dan penindasan la bertugas selain mengajak Bani
Israil untuk menyembah Allah Yang Esa, juga membebaskan mereka dari perbudakan.
Fir'aun adalah pemimpin kafir dan tiran yang ditopang oleh kekuatan besar,
Qarun sang konglomerat korup dan Bal'am sang rohaniwan pembelai rakyat. Dalam
menjalankan misinya, Musa harus berhadapan dengan ketiga kekuatan itu. Karena beratnya
tugas yang harus diembannya, maka
ia
meminta kepada Tuhannya untuk menjadikan Harun, saudaranya, sebagai Nabi yang
dapat meringankan tugasnya. Dengan berbekal keimanan, kesabaran, dan perjuangan
hebat, akhirnya Musa dapat mengalahkan kekuatan musyrik dan lalim itu.
Nabi terakhir, Muhammad bin Abdullah, dalam
menjalankan kedua misi kenabiannya berhadapan pula dengan kekuatan-kekuatan
kafir dan lalim. Selama periode Makkah, Nabi Muhammad Saw. dan umat Islam
mendapat perlakuan kejam dari kafir Quraisy. Setelah Nabi berhasil membina
keimanan, kesabaran, dan jiwa juang pengikutnya dan berhasil pula mendirikan Pusat
Islam (Islamic Centre) di Madinah, gempuran dari pihak kafir dan lalim
berlangsung tiada henti-hentinya. Puluhan kali Nabi dan umat Islam harus
berjuang menghadapi perang yang dipaksakan oleh musuh-musuh Islam.
Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa tujuan utama
kenabian adalah mengajak manusia untuk beriman kepada Allah Yang Esa dan menegakkan
keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar