Kamis, 27 Oktober 2016

Konsep Islam tentang Wahyu dan Kenabian

Konsep Islam tentang Wahyu dan Kenabian

A. Pengertian
Se'cara etimologis Nabi berasal dari kata na-ba artinya ditinggikan, atau dari kata na-ba-a artinya berita. Dalam hal ini seorang Nabi adalah seorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah Swt. dengan memberinya berita (wahyu). Sedangkan kenabian itu artinya penunjukan atau pemilihan Allah Swt. terhadap salah seorang dari hamba-Nya dengan memberinya wahyu.
Sedang arti terminologis Nabi adalah manusia biasa yang mendapatkan keistimewaan menerima wahyu dari Allah Swt. Di antara para Nabi ada yang diamanatkan untuk menyampaikan wahyu yang diterimanya, kepada umat manusia. Nabi yang demikian itu disebut Rasul.
Dalam ajaran Islam, beriman kepada para Rasul dan para Nabi adalah salah satu dari enam rukun iman. AI-Qur'an surah AI-Baqarah  77 mengatakan:
Bukanlah kebaikan itu menghadapkan wa/ah kamu ke arah timur dan barat, tetapi kebaikan itu adatah siapa yang beriman kepada Allah, hari kiamat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, Nabi-Nabi dan memberikan haria yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan, orang-orang yang meminta-minta dan membebaskan perbudakan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan orang-orang yang memenuhi janjinya bila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesengsaraan, penderitaan dan pada waktu peperangan. Mereka itutah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa (QS AI-Baqarah [2]: 177).

B. Urgensi Kenabian
Ketika membahas tentang kenabian pertanyaan mendasaryang muncul adalah mengapa harus ada Nabi? Untuk membahas persoalan ini, dapat dilihat dari dua sudut pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Doktrinal
Dari sudut pendekatan Tuhan sendiri, apakah sebenarnya yang dikehendaki Tuhan dengan mengutus para Nabi itu. Dilihat dari sudut pandangan firman, doktrin atau normatif, maka kedatangan atau kelahiran Nabi-nabi dalam realitas masyarakat adalah merupakan Dan ketika Musa berkata kepada kaumnya, hai kaumku, ingatlah nikmat Allah a/as kamu ketika Dia mengangkat Nabi-Nabi di antara kamu dan Dia jadikan kamu raja-raja, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang tidak diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umatyang lain. (QS AI-Maidah [5]: 20)
Selanjutnya dalam Al-Qur'an surah Hud (11) ayat 116-119 yang artinya sebagai berikut. Maka mengapakah tidak ada di antara umat-umat sebelum kamu, orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang berbuat kerusakan di muka bumi, kecuali sedikit di antara orang-orang yang telah kami selamatkan dari mereka itu, dan orang-orang zalim, fa mengikuti apa-apa yang menyenangkan hawa nafsunya dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri dengan aniaya, sedang penduduknya berbuat kebaikan, dan jika Tuhanmu menghendaki, niscaya Dia menjadikan manusia satu umat, tetapi mereka senantiasaberselisih, kecuali orang-orang yang memperoleh rahmat dari Tuhanmu dan untuk itulah Allah menciptakan mereka, dan telah sempurnakan kalimat Tuhanmu, sungguhAku akan penuhijahannam itu dengan jin dan manusia. (QS AI-Hud  116-119)

2.   Pendekatan Sosial Historis
Apakah memang kehadiran para Nabi diperlukan dalam realitas kehidupan suatu masyarakat, sehingga Tuhan perlu mengutusnya untuk masyarakat itu. Jika dilihat dari konteks sosial, maka sejarah menjelaskan bahwa pada saat kelahiran Nabi Muhammad Saw. keadaan masyarakat pada waktu itu sedang dilanda krisis moral yang fundamental, yang ditandai oleh adanya perbudakan dan penindasan yang kuat terhadap yang lemah, sehingga manusia menjadi suatu komoditi dalam pasar jual beli budak, penindasan terhadap kaum perempuan yang dibunuh sejak diketahui jenis kelamin, sistem politik yang dikuasai oleh fanatisme kesukuan yang sempit, serta dengan landasan sistem ketuhanan yang memuja materi, yang diwujudkan pada penyembahan patung-patung. Krisis moral itu telah rnenghancurkan kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya; sosial politik, ekonomi, budaya, dan agama. Barangkali karena kenyataan itulah Nabi Muhammad Saw. sendiri menegaskan bahwa sesungguhnya la diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia masyarakatnya yang telah sakit dan berada dalam jurang kehancuran.

C. Tugas Kenabian
Di antara para Nabi ada yang diamanatkan untuk menyampaikan risalah yang dibawanya. Berikut ini adalah rinciannya:
1.Sebagai penyampai syariat rabbani kepada manusia (QS Al-Maidah [5]: 67 dan QS AI-Ahzab [33]: 38).
2. Menjelaskan makna nas yang diturunkan kepada umat (QS Al-Nahl[16]:44).
3. Menuntun umat kepada kebaikan dan mewanti-wanti mereka agar menghindari keburukan. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Muslim yang artinya sebagai berikut: "Tidak ada seorang Nabi pun sebelumku kecuali diharuskan untuk menuntun dan menunjukkan kebaikan pada umatnya, apa yang diajarkan kepada mereka dan memperingat-kan akan kejahatan yang diajarkan kepada mereka".
4.   Mendidik manusia dengan metode rabbani (QS AI-Nahl [16]: 125).

D. Misi dan Tujuan Kenabian
Dalam surah AI-Ahzab  45-46 disebutkan bahwa Nabi diutus Allah kepada manusia untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, penyeru kepada agama Allah, dan menjadi cahaya penerang. Berdasarkan ayat tersebut dan ayat-ayat lain yang senada dapatlah dipastikan bahwa Nabi-nabi telah ditunjuk untuk membimbing masyarakat ke arah jalan yang benar, dan memberikan kepada mereka kebahagiaan dan kemerdekaan. Pertanyaannya adalah: Ke arah mana tujuan jalan yang benar tersebut? Di manakah letak kebahagiaan masyarakat dalam perspektif aliran pemikiran ini? Perbudakan macam apakah dalam aliran pemikiran ini yang ingin dibebaskan? Berdasarkan aliran pemikiran ini, di mana letak kebahagiaan dan keselamatan akhir manusia? Apa tujuan utama dari misi kenabian itu?
Semua permasalahan ini telah disitir dalam AI-Qur'an, baik secara langsung maupun tidak langsung, tetapi dua konsep telah secara khusus ditunjuk sebagai yang sebenarnya dari misi para Nabj. Kedua konsep tersebut adalah: Pertama, mengimani Allah Yang Maha Esa dan mendekatkan diri kepada-Nya atau bertauhid; dan Kedua, menegakkan keadilan dan kesederajatan dalam masyarakat manusia. Semua ajaran para Nabi merupakan semacam perkenalan kepada kedua misi ini. Kedua ayat yang telah dijelaskan tadi (QS AI-Ahzab: 45-46) merujuk kepada misi pertama kenabian. Di antara semua aspek yang disebutkan dalam kedua ayat ini nyatalah bahwa "mengajak kepada Allah" merupakan tujuan utama dari misi kenabian.
Di lain pihak, berkaitan dengan semua Nabi, surah AI-Hadld [57]: 25 mengungkapkan:
Sesungguhnya kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-buktiyang nyata, dan telah kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS AI-Hadld [57]: 25)

Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa menegakkan keadilan adalah tujuan utama kenabian dan misi kenabian. Dengan demikian, terdapat dua tujuan utama dari misi kenabian, yaitu mengajak manusia untuk menyembah Allah Yang Esa, sekaligus memberantas kemusyrikan, dan menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, sekaligus memberantas kelaliman. Contoh paling menarik dalam misi kenabian ini dibawa oleh Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., dan Nabi terakhir Muhammad Saw.

Nabi Ibrahim a.s. mengajak kaumnya untuk menyembah Allah Yang Esa, seraya menjelaskan Keagungan Tuhan. Pemimpin kaum yang kafir malah menentangnya dengan minta ditunjukkan apa saja kebesaran Allah itu. Ibrahim menyebutkan bahwa Tuhannya bisa menghidupkan dan mematikan. Pemuka kaum yang durhaka lalu menjawab dengan sombongnya, bahwa la pun mampu menghidupkan dan mematikan. la lalu mengambil dua orang hamba sahaya, kemudian membunuh salah seorang di antara keduanya dan membiarkan hidup yang lainnya. Ibrahim lalu rnenggunakan logika yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh siapa pun selain Allah dengan menyebutkan, bahwa Tuhannya menjalankan matahari (yang terlihat di bumi) dan arah timur ke arah barat; lalu menantang pemuka kafir itu agar memindahkan arah peredaran matahari dari arah barat ke arah timur.
Tatkala kaumnya tidak mengindahkan seruannya, sekalipun argumentasi yang jitu telah dilontarkan dan telah mengalahkan mereka, Ibrahim lalu rnenggunakan argumentasi lain. Sejalan dengan tradisi bahwa pada saat itu orang-orang menyembah patung-patung. Tatkala hari raya tiba keluarlah semua orang dari kota, sementara Ibrahim tinggal sendirian. Kesempatan ini digunakan Ibrahim untuk menghancurkan berhala-berhala, sumber kemusyrikan saat itu, dengan kapaknya, kecuali sebuah berhalayang paling besar. Di leher berhala yang paling besar ini Ibrahim mengalungkan kapaknya dengan maksud agar semua orang yang meninggalkan kota itu mengambil kesimpulan, bahwa telah terjadi pertengkaran hebat di antara berhala-berhala itu lantas masing-masing mereka berkata dalam dirinya bahwa berhala yang terbesar itulah yang paling kuat. Tetapi yakin akan naluri manusia yang condong kepada yang benar, masing-masing mereka akan berkata pula bahwa tidak mungkin berhala yang tidak bisa bergerak itu yang melakukannya. Hal ini akan membuat mereka tidak menerima persoalan ini lalu bergerak untuk berpikir. Ketika orang-orang kembali lagi ke kota dan menyaksikan apa yang terjadi dengan Tuhan-Tuhan mereka, mereka pun marah dan dengan penuh kebencian segera mencari orang yang diduga melakukan penghancuran itu. Tapi siapakah pelakunya? Tiba-tiba mereka teringat bahwa ada seorang pemuda yang selalu menantang tradisi mereka, maka segeralah mereka mencari Ibrahim. Dengan logika yang sudah dipersiapkannya Ibrahim lalu (seolah-olah) mengelak: Mengapa aku yang kalian tuduh. Mengapa tidak patung yang paling besar itulah yang kalian tuduh? Orang banyak pun menjawab dengan penuh sinis: Mana mungkin berhala yang tidak bisa berpindah tempat itu dapat melakukannya, Jawaban inilah yang justru ditunggu-tunggu Ibrahim untuk meluruskan logika mereka. Mendengar pernyataan kaumnya itu Ibrahim segera berkata: "Masa berhala besar saja tidak bisa melakukan seperti itu, padahal kalian menganggap bahwa ia bisa memenuhi kebutuhan kalian!"
Nabi Musa dalam melaksanakan misi kenabiannya harus berhadapan dengan kekuatan kemusyrikan dan penindasan la bertugas selain mengajak Bani Israil untuk menyembah Allah Yang Esa, juga membebaskan mereka dari perbudakan. Fir'aun adalah pemimpin kafir dan tiran yang ditopang oleh kekuatan besar, Qarun sang konglomerat korup dan Bal'am sang rohaniwan pembelai rakyat. Dalam menjalankan misinya, Musa harus berhadapan dengan ketiga kekuatan itu. Karena beratnya tugas yang harus diembannya, maka


ia meminta kepada Tuhannya untuk menjadikan Harun, saudaranya, sebagai Nabi yang dapat meringankan tugasnya. Dengan berbekal keimanan, kesabaran, dan perjuangan hebat, akhirnya Musa dapat mengalahkan kekuatan musyrik dan lalim itu.
Nabi terakhir, Muhammad bin Abdullah, dalam menjalankan kedua misi kenabiannya berhadapan pula dengan kekuatan-kekuatan kafir dan lalim. Selama periode Makkah, Nabi Muhammad Saw. dan umat Islam mendapat perlakuan kejam dari kafir Quraisy. Setelah Nabi berhasil membina keimanan, kesabaran, dan jiwa juang pengikutnya dan berhasil pula mendirikan Pusat Islam (Islamic Centre) di Madinah, gempuran dari pihak kafir dan lalim berlangsung tiada henti-hentinya. Puluhan kali Nabi dan umat Islam harus berjuang menghadapi perang yang dipaksakan oleh musuh-musuh Islam.
Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa tujuan utama kenabian adalah mengajak manusia untuk beriman kepada Allah Yang Esa dan menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKNA LEBARAN DITINJAU DARI ASPEK PENDIDIKAN

MAKNA LEBARAN DITINJAU DARI ASPEK  PENDIDIKAN Oleh. Dr.H.M.Ridwan Jalil.M.Pd.I Setelah berpuasa satu bulan lamanya, Berzakat fitrah menurut ...