اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ مَنْ تَوَكَّلَ عَلَيْهِ
بِصِدْقِ نِيَّةٍ كَفَاهُ وَمَنْ تَوَسَّلَ إِلَيْهِ بِاتِّبَاعِ شَرِيْعَتِهِ
قَرَّبَهُ وَأَدْنَاهُ وَمَنِ اسْتَنْصَرَهُ عَلَى أَعْدَائِهِ وَحَسَدَتِهِ
نَصَرَهُ وَتَوَلاَّهُ
أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له. واشهد ان
سيدنا محمدا عبده و رسوله النبي المختار. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله
الأطهار وأصحابه الأخيار وسلم تسليما كثيرا أَمَّا بَعْد
فياأيها الناس اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا
وأنتم مسلمون
فَقَالَ تَعَالَى فَإِذَا قُضِيَتِ
الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن
فَضْلِ
اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Islam mendorong umatnya untuk bekerja, hidup
dalam kemuliaan dan tidak menjadi beban orang lain. Islam juga memberi
kebebasan dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan kecenderungan dan
kemampuan setiap orang. Namun demikian, Islam mengatur batasan-batasan,
meletakkan prinsip-prinsip dan menetapkan nilai-nilai yang harus dijaga oleh
seorang muslim, agar kemudian aktifitas bekerjanya benar-benar dipandang oleh
Allah sebagai kegiatan ibadah yang memberi keuntungan berlipat di dunia dan di
akhirat. Berikut ini adalah batasan-batasan tersebut:
Pertama, pekerjaan yang dijalani
harus halal dan baik.
Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ
تَعْبُدُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah [2]: 172)
Setiap muslim diperintahkan untuk makan yang halal-halal saja
serta hanya memberi dari hasil usahanya yang halal, agar pekerjaan itu
mendatangkan kemaslahatan dan bukan justru menimbulkan kerusakan. Itu semua
tidak dapat diwujudkan, kecuali jika pekerjaan yang dilakukannya termasuk
kategori pekerjaan yang dihalalkan oleh Islam. Maka tidak boleh bagi seorang
muslim bekerja dalam bidang-bidang yang dianggap oleh Islam sebagai kemaksiatan
dan akan menimbulkan kerusakan.
Diantara bentuk pekerjaan yang diharamkan oleh Islam adalah
membuat patung, memproduksi khamr dan jenis barang yang memabukkan lainnya,
berjudi atau bekerja dalam pekerjaan yang mengan-dung unsur judi, riba,
suap-menyuap, sihir, ternak babi, mencuri, merampok, menipu dan memanipulasi
dan begitu pula seluruh pekerjaan yang termasuk membantu perbuatan haram
seperti menjual anggur kepada produsen arak, menjual senjata kepada orang-orang
yang memerangi kaum muslimin, bekerja di tempat-tempat maksiat yang melalaikan
dan merusak moral manusia dan lain sebagainya.
Kedua, bekerja dengan profesional dan penuh
tanggungjawab.
Islam
tidak memerintahkan umatnya untuk sekedar bekerja, akan tetapi mendorong
umatnya agar senantiasa bekerja dengan baik dan bertanggungjawab. Nabi bersabda,
“Sesungguhnya Allah mencintai
seorang diantara ka-lian yang jika bekerja, maka ia bekerja dengan baik.” (HR Baihaqi)
Beliau
juga bersabda,
قَالَ :إِنَّ
اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ،
“Sesungguhnya Allah mewajib-kan
perbuatan ihsan atas segala sesuatu.” (HR Muslim)
Yang dimaksud dengan profesional dalam bekerja adalah, merasa
memiliki tanggungjawab atas pekerjaan tersebut, memperhatikan dengan baik
urusannya dan berhati-hati untuk tidak melakukan kesalahan.
Ketiga, ikhlas dalam bekerja,
yaitu
meniatkan aktifitas bekerjanya tersebut untuk mencari ridho Allah dan beribadah
kepada-Nya. Nabi bersabda,
“Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu tergantung niat. Dan setiap orang akan
mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR Bukhari Muslim)
Niat sangat penting dalam bekerja.
Jika kita ingin pekerjaan kita dinilai ibadah, maka niat ibadah itu harus hadir
dalam sanubari kita. Segala lelah dan setiap tetesan keringat karena bekerja
akan dipandang oleh Allah sebagai ketundukan dan amal shaleh disebabkan karena
niat. Untuk itulah, jangan sampai kita melupakan niat tersebut saat kita
bekerja, sehingga kita kehilangan pahala ibadah yang sangat besar dari
pekerjaan yang kita jalani itu.
Keempat, tidak melalaikan kewajiban kepada Allah.
Bekerja juga akan bernilai ibadah jika
pekerjaan apa pun yang kita jalani tidak sampai melalaikan dan melupakan kita
dari kewajiban-kewajiban kepada Allah. Sibuk bekerja tidak boleh sampai membuat
kita meninggalkan kewajiban. Shalat misalnya. Ia adalah kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh setiap muslim. Maka, jangan sampai kesibukan bekerja mencari
karunia Allah mengakibatkan ia meninggalkan shalat walau pun hanya satu kali.
Begitu pula dengan kewajiban yang lainnya, seperti zakat, puasa, haji,
bersilaturahmi dan ibadah-ibadah wajib lainnya.
Itulah beberapa prinsip dan etika penting yang harus dijaga oleh
siapa saja yang tengah bekerja untuk mencukupi diri dan keluarga yang berada
dalam tanggungannya. Bekerja adalah tindakan mulia. Keuntungan dunia dapat
diraih dengannya. Namun bagi seorang muslim, hendaknya bekerja menjadi memiliki
keuntungan ganda, keuntungan di dunia dengan terkumpulnya pundi-pundi kekayaan,
dan di akhirat dengan pahala melimpah dan kenikmatan surga karena nilai ibadah
yang dikandungnya. Wallahu a’lam.
باَرَكَ اللهُ لِيْ
وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ
الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar