HIJRAH DAN KONSEP PERUBAHAN
Oleh.Ust. Muhammad Ridwan Jalil. Sag, M.Pd.I
Dewan hakin yang arif bijaksana.
Momentum Tahun Baru Hijriah, juga menjadi
kesempatan bagi umat Islam untuk melakukan muhasabah (evaluasi) atas
perjalanan- nya setahun sebelumnya. Sebab, banyak sikap, tingkah laku, atau
perbuatan yang--mungkin--tak sesuai dengan harapan. Banyak agenda
yang--mungkin--gagal terlaksana. Karena itulah, momentum Hijriah harus menjadi inspirasi untuk membangkitkan
kembali se- mangat perubahan menuju era yang lebih baik.
Hijrah juga bisa disebut dengan menjaga atau
memelihara sesuatu yang baik dari perbuatan masa lampau dan mengambil yang
terbaik untuk masa sekarang. Dalam kaidah ushul fiqh dikatakan, al-muhafazhatu
`ala qadimi ash-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah.
Oleh Karena itu, hijrah harus selalu
dilakukan, kapan saja, dan di mana saja. Perubahan harus dilakukan setiap saat.
Bila gagal melaksana- kan suatu perbuatan karena adanya tantangan atau
rintangan maka harus dicoba lagi dengan cara yang lain. melalui momentum
Hijriah, semangat perubahan harus senantiasa digalakkan. Dengan semangat
Hijrah, kita harus berupaya mengubah nasib, memperbaiki keadaan, dan melepaskan
segala topeng-topeng keburukan yang selama ini membelenggu wajah dan jati diri
kita, untuk menuju masa depan yang gemilang dan lebih baik.
Namun sayang seribu kali sayang…umat
islam hari ini dalam memperingati tahun baru hijriah, bak kata pepatah “hanya
menagkap abunya ketimbang megambil apinya” artinya umat slam dalam memperingati
tahun baru hijriah lebih mementingkan serimonial atau asesiorisnya ketimbang
menangkap semangat api perubahan. Hanya semangat pawai obor saja tapi tidak
merenungi makna api yang menyala yang keluar dari sumbu obor tersebut. Umat islam
hanya terlena dengan hiru pikuk dengan pawainya tapi tidak peduli dengan
semangat hijrah kepada perubahan yang lebih baik..
Masalah ini menarik untuk dibahas,
bagaimana sesungguhnya hijra itu menjadi konsep dasar menuju sebuah perubahan
yang lebih baik..untuk itu izin kan kami menyampaikan sebuah syarahan… “Hijrah
dan Konsep Perubahan”.
Sebagai landasan awal marilah kita dengarkan lantunan suarah ”. Al-Nisa:
ayat .100) berikut ini;
وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَنْ
يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ
الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَحِيمًا
“Barangsiapa yang berhijrah di jalan Tuhan niscaya mereka mendapati
di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa
yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Tuhan dan Nabinya,
kemudian kematian menimpanya, sebelum sampai ke tempat yang dituju, maka
sungguh telah tetap pahalanya”. (QS. Al-Nisa: 100)
Hadirin yg berbahagia.
Musthafa al-Maraghi dalam , Tafsir
al-Maraghi ….., hal. 37. mengatakan bahwa orang-orang yang beriman dan
konsistensi dalam dalam keimanannya kepada Allah, mereka hijrah bersama
Rasulullah dan memperjuangkan serta menolong agama Allah, lalu berjuang dalam
menghadapi kaum kafir demi kekuatan kaum Muslimin. Mereka itulah yang mengharap
rahmat Allah. Mereka adalah yang begitu pantas mendapatkan rahmat dan kebaikan
Allah.
Menurut Dr. Ali Syari’ati, sejarah hijrah
mengandung pelajaran berharga jika direnungkan oleh semua orang. Menurutnya,
hijrah adalah sebuah loncatan besar umat manusia. Di dalamnya tercermin
semangat perubahan pandangan masyarakat yang pada gilirannya menggerakkan
mereka untuk beralih dari lingkungan yang beku menuju kemajuan dan
kesempurnaan.
Karena itu, dari sudut pandang
sosiologis, hijrah menurut Syariati merupakan sebuah proses pemutusan hubungan
masyarakat dengan tanah kelahirannya. Sehingga, keterputusan itu dapat mengubah
watak dan cara pandangnya. Dari jumud dan kaku terhadap tanah kelahirannya, ke
arah masyarakat yang lebih terbuka dan dinamis. Meminjam analisis sejarawan Arnold
J. Toynbee dalam paradigma “pergi dan kembali”, orang-orang besar dalam sejarah
umat manusia yang membangun peradaban, agama-agama dan masyarakat, pada awalnya
selalu memulai perjuangannya dengan meninggalkan tanah airnya. Mereka keluar
dari masyarakatnya dan tanah kelahirannya itu sebelum akhirnya kembali lagi ke
tempat asalnya untuk melanjutkan misinya yang tertunda dulu.
Dalam konteks ini pula, pilihan bangsa
Indonesia beralih meninggalkan Orde Baru ke Orde Reformasi dapat dipahami. Orde
baru yang beku dan lebih banyak menekan kebebasan individu ditinggalkan.
Seluruh rakyat Indonesia hijrah. Mereka memilih pindah dari praktek kehidupan
yang dirasa menghimpit, mengekang, nepotis, dan juga korup. Tapi sudahkah
rakyat benar-benar terbebas dari keadaan buruk pada orde sebelumnya? Indonesia
mungkin memang sudah berubah. Hanya perubahan itu berjalan pelan sekali
sehingga tak urung membuat frustasi sebagian anak bangsa yang melampiaskannya
dalam kekerasan dan pemberontakan di jalan-jalan.
Hijrah adalah perubahan, dan perubahan
bermakna pertumbuhan. Perubahan juga berarti sebuah kesempatan. Dan perubahan
bisa bermakna upaya peningkatan potensi. Karena itu, hijrah yang melahirkan
perubahan itu bukan sekedar ritus-ritus belaka. Perlu kiranya mengimplementasikan
semangat hijrah dalam konteks kekinian. Semangat hijrah harus diterjemahkan
dalam sikap terus menerus berbenah memperbaiki diri, membersihkannya dari
segala perbuatan kotor. Sehingga hati, jiwa, dan raga serta segala perbuatan
menjadi suci.Untuk itulah “melongok” kebelakang perjalanan hidup menjadi
penting, menjadi bahan instrospeksi agar ke depan hidup makin baik. Sebab nabi
mengingatkan orang yang beruntung adalah mereka yang hari esok lebih baik dari
hari ini; yang rugi adalah yang hari ini sama saja dengan hari kemarin; yang
celaka adalah yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin.
Dalam konteks berbangsa dan bernegara,
hijrah berarti perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik dan
sejahtera, terbebas dari segala bentuk penindasan, baik ekonomi maupun politik.
Seluruh komponen bangsa harus bergerak ke arah yang sama dalam perahu
Indonesia. Jangan sampai ada orang-orang tidak bertanggung jawab membocorkan
perahu Indonesiauntuk kepentingan dirinya sendiri. Sudah saatnya kita semua
hijrah meninggalkan berbagai praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme yang
semakin memiskinkan anak bangsa ini.
Namun jika tidak, berarti sebagai bangsa
yang mayoritas beragama Islam, kita belum hijrah dalam artian yang
sesungguhnya.Dan itu artinya kita tak pernah belajar dari sebuah peristiwa yang
kita rayakan setiap tahun. Padahal hijrah adalah momentum perubahan. Tonggak
berdirinya peradaban Islam yang maju dikemudian hari.
Hadirin yang dimulyakan Allah.
Kalau konsep hijrah menjadi aspirasi perubahan kepada kemajuan bangsa, lalu perubahan
apa saja yang harus kita lakukan. Untuk menjawab pertanya tersebut dengarkanlah
lantunan suarah al hsyar ayat 18 berikut;
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh,
Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
Penggalan kata ;” Waltanzhur
nafsun mâ qaddamatl ighadin”. Dan hendaklah seseorang melihat apa yang
telah ia perbuat (di masa lalu) untuk hari esok. Dalam Tafsîr at-Thabariy dijabarkan:
“Dan hendaklah seseorang melihat apa yang telah diperbuatnya untuk hari Kiamat.
Apakah kebajikan yang akan menyelamatkannya, atau kejahatan yang akanmenjerumuskannya?
Kata ‘ghad’ diartikan sesuai dengan
makna aslinya, yakni besok. Hal inibisa diartikan juga bahwa kita diperintahkan
untuk selalu melakukan introspeksi dan perbaikan guna mencapai masa depan yang
lebih baik. Melihat masa lalu,yakni untuk dijadikan pelajaran bagi masa depan.
Atau juga menjadikan pelajaran masa lalu sebuah investasi besar untuk masa
depan.
Dalam kitab Tafsîribnu Katsîr, ayat
ini disamakan dengan perkataan hâsibû anfusakum qablaan tuhâsabû.
Hisablah (introspeksi) diri kalian sebelum nanti kalian dihisab (di hari
akhir).
Jadi hadirin inspirasi dari ayat ini ,,menginginkan agar kita betul-betul
memperhatikan masa depan kita,,,,,harus ada perubahan kearah yang labih baik.
Hadirin yg berbahagia…
Dari pemaparan di atas, banyak pelajaran yang bisa dipetik untuk
kita terapkan dalam kehidupan masyarakat kini dan di sini demi mencapai
perubahan yang dicita-citakan.
Pertama adalah
bahwa kita harus memiliki tekad yang kuat untuk meninggalkan berbagai hal yang
tak disukai (ditentang) baik oleh ajaran agama maupun nilai-nilai kemanusiaan.
Hal tersebut dapat mewujud dalam berbagai bentuk seperti korupsi, menindas
sesama manusia, menipu, berbohong, merampas hak orang lain, dan masih banyak
yang lain.
Kedua, masyarakat
harus memiliki sikap dinamis dalam merespon perubahan zaman demi mencapai visi
bersama yang dicita-citakan. Sikap dinamis itu dimanifestasikan dengan cara
mengambil hal terbaik dari masa kini sambil tetap mempertahankan warisan
terbaik dari masa lalu.
Ketiga, bahwa
perubahan yang dicita-citakan itu harus didasarkan kepada arah dan tujuan
(visi) yang jelas. Visi itu kemudian harus dilengkapi dengan kematangan
strategi dan taktik supaya gagasan-gagasan yang besar dapat diterjemahkan ke
dalam dunia nyata.
Keempat, untuk
menuju perubahan yang dicita-citakan, nilai-nilai spiritual menjadi suatu
keniscayaan yang harus dibina. Spiritualitas adalah sisi yang paling dalam dari
diri manusia sebagai agen perubahan. Oleh karena itu, jika spiritualitas tak
mendapatkan tempat dalam diskursus perubahan, maka bisa dipastikan perubahan
itu hanya bersifat semu dan tak bermakna.
Kelima, perubahan
yang dicita-citakan tak akan terjadi apabila kohesi sosial dalam masyarakat tak
tercipta. Berdasarkan hal inilah, perbedaan-perbedaan artifisial tak boleh
menghalangi kita untuk bergerak menuju tujuan bersama. Perbedaan suku,
ras, kelas sosial, bahkan agama, tak boleh menjadikan masyarakat terpecah
karena ia adalah modal sosial untuk membangun kemajuan.
Keenam, sudah
saatnya kita memberikan penghargaan kepada sesama (terutama dalam konteks
menjadikannya pemimpin) berdasarkan prestasi (al-A’mâl) yang telah dicapainya,
dan bukan berdasarkan prestise apalagi keturunannya (al-Ansâb). Inilah dasar
dari prinsip meritokrasi yang sudah diajarkan Nabi melalui peristiwa hijrah.
Ketujuh, yang
paling penting dari itu bahwa perubahan harus dipimpin seorang yang memiliki
kemampuan memberikan contoh dalam hal bagaimana perubahan itu dijalankan.
Kemampuan inilah yang dimiliki Nabi Muhammad Saw dalam memimpin masyarakat
Madinah untuk menuju perubahan.Di atas semua itu, proses hijrah harus kita
lakukan demi menuju perubahan yang dicita-citakan bersama. Karena hanya dengan
hijrah-lah kita dapat mencapai tujuan sosial dari kehidupan beragama dan
berbangsa yaitu menciptakan kehidupan yang beradab , berkemanusiaan dan
berkemajuan.
Hadirin yang berbahagia
Dari syarahan ini dapatlah diambil kesimpulan
bahwa; Memaknai hijrah secara substantif merupakan langkah baru untuk melakukan
perubahan ke arah yang lebih baik. Memperingati Tahun Baru hijriyah sepatutnya menjadi momentum untuk memasuki era
baru untuk melakukan perbaikan dan perubahan dalam segala aspek kehidupan, baik
individual maupun sosial,sehingga terwujud kemaslahatan umat yang lebih luas.
Pantuh .
Indahnya alam tidak
terkata,
Walau dipandang berulang kali;
Ingatlah Allah Tuhan Pencipta,
KepadaNya kita semua kembali.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan , kami akhiri wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar