Rabu, 02 Agustus 2017

 HIJRAH DAN KONSEP PERUBAHAN
Oleh.Ust. Muhammad Ridwan Jalil. Sag, M.Pd.I

Dewan hakin yang arif bijaksana.
Momentum Tahun Baru Hijriah, juga menjadi kesempatan bagi umat Islam untuk melakukan muhasabah (evaluasi) atas perjalanan- nya setahun sebelumnya. Sebab, banyak sikap, tingkah laku, atau perbuatan yang--mungkin--tak sesuai dengan harapan. Banyak agenda yang--mungkin--gagal terlaksana. Karena itulah, momentum Hijriah  harus menjadi inspirasi untuk membangkitkan kembali se- mangat perubahan menuju era yang lebih baik.
Hijrah  juga bisa disebut dengan menjaga atau memelihara sesuatu yang baik dari perbuatan masa lampau dan mengambil yang terbaik untuk masa sekarang. Dalam kaidah ushul fiqh dikatakan, al-muhafazhatu `ala qadimi ash-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah.
Oleh Karena itu, hijrah harus selalu dilakukan, kapan saja, dan di mana saja. Perubahan harus dilakukan setiap saat. Bila gagal melaksana- kan suatu perbuatan karena adanya tantangan atau rintangan maka harus dicoba lagi dengan cara yang lain. melalui momentum Hijriah, semangat perubahan harus senantiasa digalakkan. Dengan semangat Hijrah, kita harus berupaya mengubah nasib, memperbaiki keadaan, dan melepaskan segala topeng-topeng keburukan yang selama ini membelenggu wajah dan jati diri kita, untuk menuju masa depan yang gemilang dan lebih baik.
Namun sayang seribu kali sayang…umat islam hari ini dalam memperingati tahun baru hijriah, bak kata pepatah “hanya menagkap abunya ketimbang megambil apinya” artinya umat slam dalam memperingati tahun baru hijriah lebih mementingkan serimonial atau asesiorisnya ketimbang menangkap semangat api perubahan. Hanya semangat pawai obor saja tapi tidak merenungi makna api yang menyala yang keluar dari sumbu obor tersebut. Umat islam hanya terlena dengan hiru pikuk dengan pawainya tapi tidak peduli dengan semangat hijrah kepada perubahan yang lebih baik..
Masalah ini menarik untuk dibahas, bagaimana sesungguhnya hijra itu menjadi konsep dasar menuju sebuah perubahan yang lebih baik..untuk itu izin kan kami menyampaikan sebuah syarahan… “Hijrah dan Konsep Perubahan”.
Sebagai landasan awal marilah kita dengarkan lantunan suarah ”. Al-Nisa: ayat .100) berikut ini;

وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Barangsiapa yang berhijrah di jalan Tuhan niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Tuhan dan Nabinya, kemudian kematian menimpanya, sebelum sampai ke tempat yang dituju, maka sungguh telah tetap pahalanya”. (QS. Al-Nisa: 100)
Hadirin yg berbahagia.
Musthafa al-Maraghi dalam , Tafsir al-Maraghi ….., hal. 37. mengatakan bahwa orang-orang yang beriman dan konsistensi dalam dalam keimanannya kepada Allah, mereka hijrah bersama Rasulullah dan memperjuangkan serta menolong agama Allah, lalu berjuang dalam menghadapi kaum kafir demi kekuatan kaum Muslimin. Mereka itulah yang mengharap rahmat Allah. Mereka adalah yang begitu pantas mendapatkan rahmat dan kebaikan Allah.
Menurut Dr. Ali Syari’ati, sejarah hijrah mengandung pelajaran berharga jika direnungkan oleh semua orang. Menurutnya, hijrah adalah sebuah loncatan besar umat manusia. Di dalamnya tercermin semangat perubahan pandangan masyarakat yang pada gilirannya menggerakkan mereka untuk beralih dari lingkungan yang beku menuju kemajuan dan kesempurnaan.
Karena itu, dari sudut pandang sosiologis, hijrah menurut Syariati merupakan sebuah proses pemutusan hubungan masyarakat dengan tanah kelahirannya. Sehingga, keterputusan itu dapat mengubah watak dan cara pandangnya. Dari jumud dan kaku terhadap tanah kelahirannya, ke arah masyarakat yang lebih terbuka dan dinamis. Meminjam analisis sejarawan Arnold J. Toynbee dalam paradigma “pergi dan kembali”, orang-orang besar dalam sejarah umat manusia yang membangun peradaban, agama-agama dan masyarakat, pada awalnya selalu memulai perjuangannya dengan meninggalkan tanah airnya. Mereka keluar dari masyarakatnya dan tanah kelahirannya itu sebelum akhirnya kembali lagi ke tempat asalnya untuk melanjutkan misinya yang tertunda dulu.
Dalam konteks ini pula, pilihan bangsa Indonesia beralih meninggalkan Orde Baru ke Orde Reformasi dapat dipahami. Orde baru yang beku dan lebih banyak menekan kebebasan individu ditinggalkan. Seluruh rakyat Indonesia hijrah. Mereka memilih pindah dari praktek kehidupan yang dirasa menghimpit, mengekang, nepotis, dan juga korup. Tapi sudahkah rakyat benar-benar terbebas dari keadaan buruk pada orde sebelumnya? Indonesia mungkin memang sudah berubah. Hanya perubahan itu berjalan pelan sekali sehingga tak urung membuat frustasi sebagian anak bangsa yang melampiaskannya dalam kekerasan dan pemberontakan di jalan-jalan.
Hijrah adalah perubahan, dan perubahan bermakna pertumbuhan. Perubahan juga berarti sebuah kesempatan. Dan perubahan bisa bermakna upaya peningkatan potensi. Karena itu, hijrah yang melahirkan perubahan itu bukan sekedar ritus-ritus belaka. Perlu kiranya mengimplementasikan semangat hijrah dalam konteks kekinian. Semangat hijrah harus diterjemahkan dalam sikap terus menerus berbenah memperbaiki diri, membersihkannya dari segala perbuatan kotor. Sehingga hati, jiwa, dan raga serta segala perbuatan menjadi suci.Untuk itulah “melongok” kebelakang perjalanan hidup menjadi penting, menjadi bahan instrospeksi agar ke depan hidup makin baik. Sebab nabi mengingatkan orang yang beruntung adalah mereka yang hari esok lebih baik dari hari ini; yang rugi adalah yang hari ini sama saja dengan hari kemarin; yang celaka adalah yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin.
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, hijrah berarti perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik dan sejahtera, terbebas dari segala bentuk penindasan, baik ekonomi maupun politik. Seluruh komponen bangsa harus bergerak ke arah yang sama dalam perahu Indonesia. Jangan sampai ada orang-orang tidak bertanggung jawab membocorkan perahu Indonesiauntuk kepentingan dirinya sendiri. Sudah saatnya kita semua hijrah meninggalkan berbagai praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme yang semakin memiskinkan anak bangsa ini.
Namun jika tidak, berarti sebagai bangsa yang mayoritas beragama Islam, kita belum hijrah dalam artian yang sesungguhnya.Dan itu artinya kita tak pernah belajar dari sebuah peristiwa yang kita rayakan setiap tahun. Padahal hijrah adalah momentum perubahan. Tonggak berdirinya peradaban Islam yang maju dikemudian hari.

Hadirin yang dimulyakan Allah.
Kalau konsep hijrah menjadi aspirasi  perubahan kepada kemajuan bangsa, lalu perubahan apa saja yang harus kita lakukan. Untuk menjawab pertanya tersebut dengarkanlah lantunan suarah al hsyar ayat 18 berikut;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ 
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
Penggalan kata ;” Waltanzhur nafsun mâ qaddamatl ighadin”. Dan hendaklah seseorang melihat apa yang telah ia perbuat (di masa lalu) untuk hari esok. Dalam Tafsîr at-Thabariy dijabarkan: “Dan hendaklah seseorang melihat apa yang telah diperbuatnya untuk hari Kiamat. Apakah kebajikan yang akan menyelamatkannya, atau kejahatan yang akanmenjerumuskannya?
Kata  ‘ghad’ diartikan sesuai dengan makna aslinya, yakni besok. Hal inibisa diartikan juga bahwa kita diperintahkan untuk selalu melakukan introspeksi dan perbaikan guna mencapai masa depan yang lebih baik. Melihat masa lalu,yakni untuk dijadikan pelajaran bagi masa depan. Atau juga menjadikan pelajaran masa lalu sebuah investasi besar untuk masa depan.
Dalam kitab Tafsîribnu Katsîr, ayat ini disamakan dengan perkataan hâsibû anfusakum qablaan tuhâsabû. Hisablah (introspeksi) diri kalian sebelum nanti kalian dihisab (di hari akhir).

Jadi hadirin inspirasi dari ayat ini ,,menginginkan agar kita betul-betul memperhatikan masa depan kita,,,,,harus ada perubahan kearah yang labih baik.

Hadirin yg berbahagia…

Dari pemaparan di atas, banyak pelajaran yang bisa dipetik untuk kita terapkan dalam kehidupan masyarakat kini dan di sini demi mencapai perubahan yang dicita-citakan.
Pertama adalah bahwa kita harus memiliki tekad yang kuat untuk meninggalkan berbagai hal yang tak disukai (ditentang) baik oleh ajaran agama maupun nilai-nilai kemanusiaan. Hal tersebut dapat mewujud dalam berbagai bentuk seperti korupsi, menindas sesama manusia, menipu, berbohong, merampas hak orang lain, dan masih banyak yang lain.
Kedua, masyarakat harus memiliki sikap dinamis dalam merespon perubahan zaman demi mencapai visi bersama yang dicita-citakan. Sikap dinamis itu dimanifestasikan dengan cara mengambil hal terbaik dari masa kini sambil tetap mempertahankan warisan terbaik dari masa lalu.
Ketiga, bahwa perubahan yang dicita-citakan itu harus didasarkan kepada arah dan tujuan (visi) yang jelas. Visi itu kemudian harus dilengkapi dengan kematangan strategi dan taktik supaya gagasan-gagasan yang besar dapat diterjemahkan ke dalam dunia nyata.
Keempat, untuk menuju perubahan yang dicita-citakan, nilai-nilai spiritual menjadi suatu keniscayaan yang harus dibina. Spiritualitas adalah sisi yang paling dalam dari diri manusia sebagai agen perubahan. Oleh karena itu, jika spiritualitas tak mendapatkan tempat dalam diskursus perubahan, maka bisa dipastikan perubahan itu hanya bersifat semu dan tak bermakna.

Kelima,  perubahan yang dicita-citakan tak akan terjadi apabila kohesi sosial dalam masyarakat tak tercipta. Berdasarkan hal inilah, perbedaan-perbedaan artifisial tak boleh menghalangi kita untuk  bergerak menuju tujuan bersama. Perbedaan suku, ras, kelas sosial, bahkan agama, tak boleh menjadikan masyarakat terpecah karena ia adalah modal sosial untuk membangun kemajuan.
Keenam, sudah saatnya kita memberikan penghargaan kepada sesama (terutama dalam konteks menjadikannya pemimpin) berdasarkan prestasi (al-A’mâl) yang telah dicapainya, dan bukan berdasarkan prestise apalagi keturunannya (al-Ansâb). Inilah dasar dari prinsip meritokrasi yang sudah diajarkan Nabi melalui peristiwa hijrah.
Ketujuh, yang paling penting dari itu bahwa perubahan harus dipimpin seorang yang memiliki kemampuan memberikan contoh dalam hal bagaimana perubahan itu dijalankan. Kemampuan inilah yang dimiliki Nabi Muhammad Saw dalam memimpin masyarakat Madinah untuk menuju perubahan.Di atas semua itu, proses hijrah harus kita lakukan demi menuju perubahan yang dicita-citakan bersama. Karena hanya dengan hijrah-lah kita dapat mencapai tujuan sosial dari kehidupan beragama dan berbangsa yaitu menciptakan kehidupan yang beradab , berkemanusiaan dan berkemajuan.
Hadirin yang berbahagia
Dari syarahan ini dapatlah diambil kesimpulan bahwa; Memaknai hijrah secara substantif merupakan langkah baru untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Memperingati Tahun Baru hijriyah  sepatutnya menjadi momentum untuk memasuki era baru untuk melakukan perbaikan dan perubahan dalam segala aspek kehidupan, baik individual maupun sosial,sehingga terwujud kemaslahatan umat yang lebih luas.

Pantuh .

Indahnya alam tidak terkata,
Walau dipandang berulang kali;
Ingatlah Allah Tuhan Pencipta,
KepadaNya kita semua kembali.


Demikianlah yang dapat kami sampaikan , kami akhiri wassalam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKNA LEBARAN DITINJAU DARI ASPEK PENDIDIKAN

MAKNA LEBARAN DITINJAU DARI ASPEK  PENDIDIKAN Oleh. Dr.H.M.Ridwan Jalil.M.Pd.I Setelah berpuasa satu bulan lamanya, Berzakat fitrah menurut ...